Tana Toraja memiliki keanekaragaman adat istiadat dan budaya,
Salah satunya Ritual ma’tarik batu atau simbuang batu yang merupakan
rangkaian Prosesi Rambu Solo' atau Pesta Kematian.
Tanggal 15 Agustus 2012 ini Adat ma’tarik batu atau simbuang batu di adakan dalam Rangkaian Ritual Rambu Solo’ pesta kematian di Lembang To’yasa Akung Kecamatan Bangkelekila Kabupaten Toraja Utara Sulawesi Selatan. Ratusan hingga ribuan warga secara bersama–sama dan bahu membahu menarik batu menuju lokasi pemakaman.
Sebelum ditarik batu megalitik atau batu alam ini terlebih dahulu dipahat berbentuk lonjong menyerupai prasasti. Dahulu proses pemahatan biasanya memakan waktu yang cukup lama yakni tiga hingga enam bulan lamanya. Namun sekarang hanya memakan waktu cukup dua bulan untuk satu batu tergantung ukurannya yang berdasarkan status orang yang meninggal di dalam Keluarga.
Batu megalitik ini diikat dengan ijuk dari pohon nira yang dibantu dengan batang pohon bitti . Tujuannya untuk memudahkan warga menarik batu. Kemudian secara beramai-ramai warga menariknya dengan menggunakan tali tambang dengan dikomandai oleh salah seorang tokoh adat atau orang yang dituakan.
Teriakan khas Toraja memiliki arti dan semangat tersendiri bagi warga yang menarik batu dengan bantuan batang kayu yang berada dibawa batu simbuang. Menariknya bukan hanya kaum pria saja namun wanita yang berusia lanjut juga turut menarik batu. Karena menurut mitologi setempat batu akan terasa ringan dan mudah ditanam dan didirikan jika ada wanita apalagi masih Keluarga dekat dengan almarhum.
Proses tarik batu ini memakan waktu berjam-jam. Dahulu penarikan batu menggunakan kekuatan mistik sehingga tidak terlalu banyak warga yang menariknya. Selain itu wajan koin logam dan biji emas harus dimasukkan ke dalam lubang batu agar batu dapat bertahan dan berdiri kuat. Setelah batu pertama berdiri. Kemudian dilanjutkan batu berikutnya. Lazimnya paling sedikit tiga batu saat prosesi Ritual rambu solo’ digelar. Dan setiap batu harus dipotongkan kerbau dan babi sebagai persembahan.
Tanggal 15 Agustus 2012 ini Adat ma’tarik batu atau simbuang batu di adakan dalam Rangkaian Ritual Rambu Solo’ pesta kematian di Lembang To’yasa Akung Kecamatan Bangkelekila Kabupaten Toraja Utara Sulawesi Selatan. Ratusan hingga ribuan warga secara bersama–sama dan bahu membahu menarik batu menuju lokasi pemakaman.
Sebelum ditarik batu megalitik atau batu alam ini terlebih dahulu dipahat berbentuk lonjong menyerupai prasasti. Dahulu proses pemahatan biasanya memakan waktu yang cukup lama yakni tiga hingga enam bulan lamanya. Namun sekarang hanya memakan waktu cukup dua bulan untuk satu batu tergantung ukurannya yang berdasarkan status orang yang meninggal di dalam Keluarga.
Batu megalitik ini diikat dengan ijuk dari pohon nira yang dibantu dengan batang pohon bitti . Tujuannya untuk memudahkan warga menarik batu. Kemudian secara beramai-ramai warga menariknya dengan menggunakan tali tambang dengan dikomandai oleh salah seorang tokoh adat atau orang yang dituakan.
Teriakan khas Toraja memiliki arti dan semangat tersendiri bagi warga yang menarik batu dengan bantuan batang kayu yang berada dibawa batu simbuang. Menariknya bukan hanya kaum pria saja namun wanita yang berusia lanjut juga turut menarik batu. Karena menurut mitologi setempat batu akan terasa ringan dan mudah ditanam dan didirikan jika ada wanita apalagi masih Keluarga dekat dengan almarhum.
Proses tarik batu ini memakan waktu berjam-jam. Dahulu penarikan batu menggunakan kekuatan mistik sehingga tidak terlalu banyak warga yang menariknya. Selain itu wajan koin logam dan biji emas harus dimasukkan ke dalam lubang batu agar batu dapat bertahan dan berdiri kuat. Setelah batu pertama berdiri. Kemudian dilanjutkan batu berikutnya. Lazimnya paling sedikit tiga batu saat prosesi Ritual rambu solo’ digelar. Dan setiap batu harus dipotongkan kerbau dan babi sebagai persembahan.
sumber: www.makassartv.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar